Gara-gara tanggal merah dihari Jumat, gue di invite ke grup Whatsapp yang punya wacana membuat long weekend kali ini lebih produktif. Rencana awalnya pada ngajakin nanjak Gunung Papandayan. Gue udah mau minjem tenda, udah cerita sana-sini , udah ada yang mau ngikut, eh malah nggak jadi, untung belum sempet update status, kan malu :D. Akhirnya karena udah pengen banget main, gue ngajuin satu destinasi alternatif buat ngisi liburan biar nggak kosong-kosong banget. . . Gunung Parang via ferrata.
Memanjat tebing Gunung Parang via ferrata merupakan salah satu destinasi wisata yang lagi nge-hist di daerah Jawa Barat,tepatnya di Desa Cihuni , Purwakarta. Kami bertiga berangkat naik mobil dari Jakarta. Karena nggak ada yang tau jalan ke lokasinya, gue, Popon dan Yanto mengandalkan google maps, patokannya share location yang dikasih kakang guide Gunung Parang yang katanya Popon ganteng pisan (liat dari foto Whatsappnya).
Berangkat dari Jakarta tengah malam, perjalanan ke lokasi lancar nggak pake macet. Tapi mendekati basecampnya sempat beberapa kali nyasar karena jalan yang diarahin google map ngawur. Bahkan mobilnya Yanto sempat nggak bisa lewat karna jalannya rusak parah, padahal lokasi basecampnya sudah dekat banget. Untungnya ada beberapa pemuda akamsi (red:anak kampung sini) baik hati yang nolongin sampai mobilnya bisa lewat dengan selamat.
Sesampainya di basecamp, hari masih gelap. Kami istirahat dulu sambil nunggu yang punya basecamp pada bangun. Di bulan puasa seperti ini, pengunjung Gunung Parang memang agak sepi walaupun sedang long weekend.
Harga paket untuk naik Gunung Parang via ferrata bermacam- macam tergantung ketinggian yang akan kita naiki , mulai dari +- 250 meter (100rb/org) , 300 meter (150rb/orang) dan yang paling tinggi +-900 meter (350rb/org). Harga tersebut hanya untuk naik gunung parang via feratta dan meet point langsung di basecampnya ya, sudah termasuh safety gear, guide dan dokumentasi . Soalnya ada banyak juga open trip yang menawarkan fasilitas transportasi dari Jakarta, dan tambahan menginap di kawasan gunung parang, tentu harganya akan berbeda.
Setelah bertemu dengan guide-nya, kami menunggu beberapa orang yang juga sudah ada jadwal akan naik hari itu. Sebelum mulai naik, setiap peserta wajib memakai safety gear yang sudah disediakan, kemudian guide memberikan briefing cara penggunaannya .
Kebetulan satu grup perjalanan semuanya mengambil paket yang 300 meter. Untuk naik ke atas hingga sampai lagi di basecamp kurang lebih memakan waktu 3 jam. Tapi ya balik lagi, ini tergantung lama waktu buat foto-fotonya. Karna tangga besinya hanya satu jalur, jadi hampir tidak mungkin buat mendahului yang di depan. Kalau yang didepan brenti buat foto-foto, ya yang dibelakang mesti ngantri. Bayangin kalau satu tim ada 10 orang trus satu orang foto-foto 5 menit, udah butuh 50 menit buat foto, belum lagi brenti fotonya nggak cuma di satu titik aja kan.
Jalur via ferrata Gunung Parang memang cukup memacu adrenalin, buat yang takut ketinggian, bisalah sekali-sekali uji nyali di sini. Namun jangan takut, semuanya aman kok. Info dari guide-nya, tangga besi dan tali yang ada disini rutin diganti. Yang penting kita memakai safety gear dengan benar dan mengikuti instruksi dari guide saat menaiki tebing, dan konsentrasi tentunya. Saran sih, kalau mau mencoba naik via ferrata Gunung Parang gunakanlah sepatu/ sandal gunung dan pakaian yang nyaman, yang tidak menghalangi gerakan kaki dan tangan saat mendaki.
Semakin tinggi kita naik, pemandangan yang tersaji juga makin ciamik. Ditengah perjalanan, kalian dapat melihat hotel gantung yang juga menjadi daya tarik di Gunung Parang. Hotel gantung ini merupakan tempat menginap yang posisinya tergantung di sisi tebing. Fasilitasnya hampir sama kayak hotel-hotel kebanyakan. Ada tempat tidur, AC, tiolet portable, TV, makanan dll. Tempatnya bisa buat 4 orang dewasa, dengan biaya menginap 4juta/permalam.
Oke, lanjut naik lagi. Berasa juga capeknya, karena saat itu cuaca juga cukup terik . Sampai di titik 300 meter, kita akan menyusuri tebing . Jadi perjalanan via ferrata ini nggak cuma naik aja, tapi juga menyusuri pinggiran tebing (jalan menyamping). Beberapa orang di tim rupanya ada yang tergoda untuk nambah naik lagi sampai ketinggian 900 meter. Gue sih enggak, walaupun sempet diajakin juga . Soalnya mataharinya udah terik banget dan gue udah lemes, bukannya takut (ngeles :D), tapi emang belum makan dan belum tidur, udah nggak konsen lagi , ngebayangin sate maranggi. Sementara mereka berdiskusi mau launjut naik apa enggak, gue , popon, yanto turun duluan. Buat gue turun ini gak seasik naik nya ,apa karna udah laper kali ya? Soalnya mau nggak mau harus liat ke bawah bikin pinggang gue kayak berasa ketarik (tips : pemanasan dulu lah sebelum naik).
Sampai di bawah, bawaannya pengen mandi. Oh iya, basecampnya ini lengkap bingit lah, ada minuman dingin warna warni, mie yang di gelas, kamar mandi bersih, TV, kurang Wife aja. Eh… Wi-fi maksudnya . Kalau mau makan juga bisa pesan disini, cuma karna emang niatnya nyari sate maranggi ya lapernya ditahan dulu, ganjel pake tahu goreng sama coki-coki aja.
Kelar mandi semua, udah wangi kan ya. Kami melanjutkan perjalanan mencari sate maranggi. Perjalanannya sekitar 1,5 jam lah dari basecamp tadi. Akhirnya ketemulah itu sate maranggi Hj Yetti yang termasyhur itu. Karena sampai disitu udah menjelang waktu berbuka, jadi emang rame banget. Tapi emang satenya enak banget, nggak sia-sia lah nahan laper dari pagi. Sate maranggi Hj Yetti berhasil menghiasi long weekend gue yang tadinya cuma wacana .(Disclaimer : postingan ini tidak disponsori oleh Hj Yetty :D)