Setelah 3 tahun berturut-turut menjadi penonton Jakarta Marathon (JakMar), akhirnya tahun ini saya ikutan juga. Review dari event ini di sosial media dan cerita teman-teman yang sudah pernah mengikuti membuat saya menjadi lebih tertarik jadi penonton saja ketimbang ikut menjadi peserta. Bahkan tahun 2017 lalu sempat jadi marshal dadakan di Bundaran HI. Awalnya sih cuma ingin nonton dan cheering beberapa teman yang juga ikutan kategori Half Marathon dan Full Marathon di sekitaran Bundaran HI. Tapi akhirnya saya memutus mencoba membantu mengarahkan pelari lantaran kasian lihat pelari yang harus berjuang keras melewati daerah Bundaran HI. Bayangin aja, para peserta Jakarta Marathon harus melewati padatnya Bundaran HI saat Car Free Day yang isinya mulai dari ondel-ondel , orang jualan minuman, orang sepedaan, hingga sekumpulan ibu-ibu yang lagi jalan ramean sambil bawa-bawa banner apalah itu, tanpa ada sekat pembatas antara jalur pelari dan jalur Car Free Day. Parahnya lagi marshal dan petugas yang membantu mengarahkan pelari baru muncul agak siang.
Alasan saya ikut Jakarta Marathon tahun ini sebenarnya juga tidak terlepas dari adanya event Jakarta City Marathon (JakCiMar) yang juga sempat bikin heboh di dunia pelarian. Konon katanya event ini diprakasai oleh sekelompok orang yang menyebut dirinya AKLJ (Asosiasi Komunitas Lari Jakarta) , event ini seolah-olah lahir dari kekecewaan
para pelari jakarta akan JakMar yang tak kunjung berbenah dan didukung oleh komunitas-komunitas lari di jakarta, bahkan hebatnya lagi, JakCimar langsung menggaet Bank Mandiri yang selama ini dikenal sebagai sponsor utama Jakarta Marathon. Belum selesai sampai disitu, tanggal pelaksanaannya pun hanya 1 minggu sebelum Jakarta Marathon di gelar. Tak heran kalau banyak yang menyebutnya JakMar tandingan. Dunia pelarian terbagi dua, tim JakCiMar dan tim Jakmar, haha…
Saya sendiri takjub sekaligus bertanya-tanya. Kok keren banget AKLJ ini. Tapi AKLJ ini siapa? Soalnya sejak tahun 2014 saya mulai mengenal dunia pelarian, banyak nama komunitas lari di Jakarta yang familiar di telinga saya, namun baru kali ini dengar yang namanya AKLJ. Tapi ya sudahlah, paling tidak mereka berhasil memberikan harapan, bahwa Jakarta akan punya event marathon yang jauh lebih baik dari sebelumnya, pikir saya waktu itu.
Efek samping dari JakCimar, tentu Jakarta Marathon harus putar otak. Ibarat orang jualan, kalo hanya dia yang jualan kan bisa seenaknya . Orang pasti beli karna nggak ada pilihan lain. Tapi kali ini ada saingan, belum lagi sponsor utama mereka sudah digaet event satunya. Akhirnya JakMar 2018 mulai mengumumkan beberapa perubahan di event tahun ini, mulai dari venue , sponsor utama, hingga rute.
Wah menarik nih, dua-duanya menawarkan sesuatu yang baru. JakCiMar sebagai event yang benar-benar baru, namun karena mengatasnamakan dukungan komunitas lari jakarta, tentu memberi asa bahwa event ini nantinya akan sesuai banget dengan yang diidam-idamkan pelari. JakMar di tahun keenamnya ini , berjanji memberikan perubahan. Tidak
ada salahnya dicoba dua-duanya kan? haha. . .
Saya memutuskan mengikuti keduanya dan mengambil kategori yang sama, Half Marathon, untuk membandingkan event mana yang bisa memberikan pengalaman berlari yang lebih baik. Bersyukur saya berhasil mendapatkan harga diskon dikedua event, karena biaya registrasi JakMar sendiri termasuk salah satu yang paling mahal ketimbang event lari lainnya.
Saya pribadi sebenarnya berharap JakCiMar akan lebih baik dari Jakmar. Karena buktinya setelah 5 kali di selenggarakan, Jakmar tidak menunjukkan perubahan yang signifikan, saya rasa tahun ini pun akan sama. Namun hal yang cukup mengagetkan, JakCiMar mengumumkan eventnya postponed di H-3, dihari kedua pembagian racepack. Para peserta termasuk saya pasti kecewa, apalagi banyak juga peserta dari luar Jakarta yang harus menelan kerugian karena hotel dan tiket yang sudah dipesanĀ tidak bisa di cancel. Yah. . tinggal berharap JakMar nggak ikut di cancel.
Pengambilan racepack
Venue pengambilan racepack ada di Hotel Sultan. Saat saya melakukan pengambilan racepack, venue terlihat sepi sehingga saya tidak perlu antri sama sekali. Racepacknya cukup ‘rame’ dengan barang sponsor.
RACE DAY
Race venue ada di Stadion Gelora Bung Karno, berbeda dari tahun-tahun berikutnya. Pelari dengan kategori FM dipersilahkan masuk race venue dahulu, sedangkan peserta kategori lain bisa menunggu disekitar venue di area GBK. Hal ini dilakukan karena race venue tidak terlalu luas. Setelah kategori FM sudah mulai berlari, kategori HM mulai dipersilahkan masuk. JakMar tahun ini menyediakan Pacer dari Tim Pocari, untuk HM ada 3 tim Pacer, 2:00, 2:30 dan 3:00 . Sebenarnya sih saya berencana ikut Pacer 2:15, berhubung tidak tersedia akhirnya mencoba nekat ikut Pacer 2:00. Nekat karena terakhir ikut HM catatan waktu saya masih di 2:15:28 di Pocari Sweat Bandung Marathon, sedangkan Personal Best HM sekitar 2:11 kalo nggak salah, itu pun tahun 2015 yang lalu. Tapi berhubung cuaca hari itu terlihat mendukung, sejuk karena sejak malam hujan dan masih mendung hingga pagi, rute Jakarta yang cukup flat dan tenaga yang sebenarnya sudah saya siapkan buat 2 Half Marathon, saya meyakinkan diri untuk ikut Pacer 2:00.
Waktu start tepat jam 5.00 sesuai jadwal. Jalur yang saya lalui cukup aman , Water Stationnya banyak . Rute steril? buat saya sih sudah oke, ya nggak mungkin rasanya mengharapkan rute steril 100% di tengah kota Jakarta. Tapi paling tidak pelari diberi jalur khusus, marshal dan petugas juga sangat membantu. Jangan bandingkan dengan Asian Games, itu kan event Internasional , menyangkut kepentingan dan nama baik negara, ya jelas bisa steril. Itu pun nggak 100% juga, saya sempat lihat masih ada orang yang maksa ikutan lari di rute Asian Games, entah karena memang nggak tau, atau nggak tau diri.
Sampai setengah jalan, cuaca masih mendung, saya masih bisa stabil mengikuti pacer 2:00, heart rate juga masih stabil, bahkan sampai kilometer 15. Diluar dugaan saya, yang tadinya mikir bakal keteteran di KM 15-an. Wah, klo gini terus bisa dapet PB nih. .
Kilometer 19 rutenya mulai bergabung dengan kategori 10K, jalur mulai padat, jadi butuh effort lebih untuk menjaga pace tetap stabil karena lari harus zig zag. Pelari di kategori 10K mungkin kebanyakan pelari yang baru mulai ikut event lari atau memang cuma ingin have fun saja sehingga masih banyak yang kurang mengerti kalau berlari saat mengikuti event seperti ini sebenarnya juga ada tata kramanya. Sama seperti berkendara di jalan raya, jalur paling kiri untuk jalur lambat, pelari yang pace nya lebih kencang bisa mengambil jalur kanan. Tapi banyak yang belum mengerti sehingga banyak pelari yang berjalan atau berlari dengan pace santai ditengah jalur, ada juga yang berjejer dengan teman satu geng membuat satu saf dan menghalangi pelari yang lain, belum lagi yang berhenti mendadak. Ini yang bikin pelari yang ingin berlari dengan pace yang lebih kencang harus mengeluarkan tenaga ekstra dan juga harus ekstra hati-hati. Di kilometer ini saya mulai merasa kepayahan, tapi salut buat tim pacer Pocari yang masih bisa tebar senyum dan kasih semangat pelari yang lain. Melihat waktu di jam, sepertinya ada kesempatan saya untuk bisa finish kurang dari 2 jam. Saya berusaha menaikkan pace meninggalkan pacer 2:00 , mengeluarkan semua tenaga yang tersisa. 500 meter menjelang finish, jalur semakin padat, tidak ada pemisah antar kategori seperti yang biasa saya temui di garis finish di event-event lainnya membuat peserta 10K mendominasi garis finish. Sementara waktu makin tipis buat saya untuk bisa finish di sub 2, mau nggak mau saya mesti agak brutal nabrakin peserta lain yang menghalangi jalan, haha. . maaf ya. Tapi perjuangan tidak sia-sia, akhirnya bisa finish di 1:58, fyuhh…
Race venue yang cukup sempit membuat peserta harus berdesak-desakan. Apalagi ada beberapa stand untuk foto-foto yang selalu bikin antrian mengular, membuat race venue makin terasa sempit. Saya langsung keluar race venue biar bisa selonjoran.
Kesimpulan
Jakarta Marathon 2018 berhasil membuat perubahan yang sangat baik dari tahun-tahun sebelumnya. Membuat rute tidak melewati area CFD Sudirman merupakan keputusan yang tepat. Ya walaupun keriuhan supporter dari komunitas-komunitas lari yang biasanya jadi icon di event JakMar jadi tidak berasa tahun ini, mungkin karna sudah terlanjur terbagi dengan event satunya yang justru malah melempem. Tentu masih ada hal yang bisa diperbaiki tahun depan (kalau masih diadakan), harapannya JakMar dan event lainnya bisa lebih baik ditahun berikutnya.
Bravo buat Electric Jakarta Marathon 2018.
Sumber Foto: FB Rakhmadsyah Siregar